Sampai lupa satu hal paling penting:
dia mencintai pilihannya, bukan aku.
Aku begitu sibuk menunjukkan betapa tulusnya aku,
betapa siapnya aku untuk tinggal,
untuk berjuang,
untuk jadi rumah.
Sampai lupa melihat kenyataan…
bahwa hatinya sudah lama memilih jalan lain.
Aku pikir jika aku terus memberi,
dia akan menoleh.
Jika aku tetap bertahan,
dia akan sadar.
Tapi nyatanya…
tak peduli sekuat apa pun aku mencintai,
hati yang telah memilih tidak bisa dipaksa untuk berpaling.
Dan itu yang paling menyakitkan bukan karena cintaku ditolak,
tapi karena cintaku tidak pernah benar-benar dilihat.
Sekarang aku paham…
terkadang yang paling tulus pun tidak selalu dipilih,
dan yang paling setia pun tak selalu dimenangkan.
Bukan karena kurang baik,
tapi karena dia sudah lebih dulu menjatuhkan hatinya pada yang lain.
Dan aku hanya datang sebagai cerita yang singgah sebentar,
lalu pergi, sendirian.