Masa paling damai, sebelum segalanya berubah.
Sebelum aku tahu caramu tersenyum bisa buat detak jantungku berantakan. Sebelum aku tahu suaramu bisa jadi tempat paling nyaman untuk pulang.
Dulu, mengenalmu rasanya ringan.
Tak ada beban, tak ada harapan berlebihan.
Aku cuma senang mendengar cerita-ceritamu, tentang hari-harimu yang tak ada aku di dalamnya dan itu tak apa, karena saat itu aku belum cukup bodoh untuk berharap lebih.
Tapi semua berubah saat perasaan ini tumbuh, dan aku diam-diam menaruh kamu di tempat paling hangat dalam hidupku.
Aku mulai menyimpan namamu dalam doa, meski aku sendiri tak pernah tahu kamu sedang mendoakan siapa.
Aku rindu masa itu...
Masa sebelum aku tahu rasanya cemburu, sebelum aku sadar betapa menyakitkannya jadi orang yang selalu ada, tapi tak pernah cukup untuk dipilih.
Sebelum aku tahu… bahwa mengenalmu bukan akhir bahagia,
tapi awal dari luka yang kupeluk sendiri.
Kalau bisa kembali, aku ingin tetap mengenalmu, tapi tanpa jatuh terlalu dalam. Cukup sekadar tahu namamu, cukup melihatmu dari jauh, cukup menikmati cerita-ceritamu tanpa pernah berharap jadi tokoh utama.
Karena ternyata, saat aku mulai berharap bisa jadi 'kita',
adalah saat aku mulai kehilangan 'aku' sepenuhnya