Iya, kamu.
Orang yang pernah paling sering aku cari, aku tunggu, aku jaga, bahkan dalam diam.
Ingat nggak?
Tahun 2022, kita bertemu seperti semesta sengaja mempertemukan dua orang yang sama-sama belum pulih.
Kita dekat, sering bertukar kabar, saling menenangkan meski lewat layar. Hari-hariku terasa hangat waktu itu karena kamu ada.
Tapi sekarang...
kita bahkan seperti orang asing.
Yang dulunya saling mengerti isyarat,
kini bahkan tak lagi tahu caranya menyapa.
Aku masih sering lihat update instastory-mu,
dan... entah kenapa setiap kamu tersenyum di sana,
ada bagian dari diriku yang merasa ikut senang tapi juga patah di saat yang sama.
Seolah senyummu adalah bukti kalau kamu sudah benar-benar baik-baik saja, tanpa aku.
Dan mungkin ini salahku,
yang terlalu berharap diam-diam.
Yang terlalu percaya bahwa perasaan tulus bisa menyentuh hatimu,
meski tak pernah benar-benar terucap.
Melupakanmu bukan soal tak mau, tapi aku belum bisa.
Karena setiap kali aku mencoba membuka hati untuk orang lain,
namamu masih ada di situ di tempat yang paling dalam.
Kamu tahu rasanya?
Seperti rumah yang tak bisa kutinggali lagi, tapi juga tak sanggup kutinggalkan.
Terkadang aku berdoa,
kalau memang kamu bukan untukku, semoga kamu bertemu dengan seseorang yang benar-benar mengerti caramu mencintai. Yang bisa memeluk egomu, menjaga lelahmu, dan tetap tinggal meski kamu tak minta. Seseorang yang tidak hanya memilihmu ketika kamu bahagia,
tapi juga ketika kamu kacau.
Tapi jauh di dalam doaku itu,
ada satu permintaan kecil yang tidak pernah aku ucapkan dengan lantang:
"Tuhan, kalau bisa... pertemukan kami lagi. Tapi kali ini, di waktu yang tepat."
Entah kenapa...
meski aku tahu kamu mungkin sudah lupa,
aku tetap percaya satu hari nanti,
akan ada cerita baru dengan pemeran lama.
Dan kalau memang bukan kamu,
setidaknya, biarkan perasaan ini tetap tinggal sebagai bukti bahwa aku pernah mencintai seseorang dengan sangat dalam...
tanpa pernah benar-benar memiliki.