Lucu ya, kita pernah ada dalam satu cerita, tapi bahkan sejak awal, kamu nggak pernah niat nulisnya bareng. Aku kira kamu butuh waktu ternyata kamu cuma butuh seseorang yang bukan aku.
Kita dekat, tapi tak pernah benar-benar mendekat. Kamu bilang nyaman, tapi tak pernah berani tinggal. Kamu hadir, lalu pergi seenaknya, lalu datang lagi seolah tak ada yang berubah dan aku, seperti orang bodoh, tetap membuka pintu.
Aku pernah berpikir, mungkin kita ini cuma terlalu takut jujur. Tapi lama-lama aku sadar, kamu hanya terlalu nyaman diperjuangkan tanpa harus balas. Kamu senang jadi alasan seseorang bertahan, tapi tak pernah berniat ikut bertahan.
Jadi kalau suatu hari kamu berpikir kenapa aku menjauh, itu bukan karena aku berhenti sayang. Tapi karena akhirnya aku sadar,
“aku dan kamu” memang tak pernah cukup untuk jadi “kita”.
Dan aku capek jadi satu-satunya yang masih percaya kalau “kita” itu mungkin.
Karena ternyata, rasa sayang saja nggak akan pernah cukup kalau cuma satu yang mau berjuang. Perasaan, tanpa keberanian dan kejelasan, akhirnya cuma jadi beban. Dan aku lelah menunggu kepastian dari seseorang yang bahkan tidak pernah melihatku sebagai kemungkinan.
Aku mulai sadar, cinta yang sehat itu nggak bikin orang bertanya-tanya tiap malam. Cinta yang benar nggak datang dengan seribu tanda tanya. Dan kamu cuma datang dengan seribu alasan untuk tidak benar-benar tinggal.
Aku lelah jadi rumah yang terus kamu datangi saat lelah, tapi tak pernah kamu tinggali. Lelah jadi tempat istirahat sementara buat seseorang yang bahkan tak pernah berniat pulang.
Jadi mulai hari ini, aku tidak lagi menunggu seseorang yang bahkan tidak pernah benar-benar mencari.
Kalau nanti kamu sadar, mungkin kamu akan mengerti, bahwa kehilangan seseorang yang tulus itu bukan kutukan buatku.
Itu kerugian untukmu.